Tags

, ,

Seiring dengan datangnya bulan Dzulhijjah, maka umat dihadapkan kepada ritual tahunan yaitu berkurban. Dan dengan demikian berbagai permasalahan berkaitan dengan kurban juga ikut muncul dipermukaan. Salah satu dari masalah tersebut adalah diharamkannya bagi orang yang ingin berkurban untuk memotong rambut dan kuku, disebar melalui berbagai media sosial dan aplikasi pesan semisal whatsapp, Line, BBM, dan lain sebagainya. Pertanyaan lain kemudian muncul, benarkah hukum tersebut?

Jawaban singkatnya, yang berpendapat demikian memang ada. Akan tetapi, pendapat lain berkaitan dengan kasus ini juga ada. Syeikh Prof. Wahbah Dzuhail dalam kitabnya Al-Fiqh Islam wa Adillatuhu (juz 3/626) menjelaskan peirhal hukum ini dengan lebih detail. Menurut beliau ada dua kelompok besar dalam hal ini. Pertama diwakili oleh mayoritas Madzhab Fiqh (Syafi’i, Maliki, Hanbali) dan yang kedua adalah madzhab Hanafi. Pendapat kelompok pertama menyatakan bahwa tindakan mereka yang ingin berkurban untuk tidak memotong rambut dan kukunya dari awal bulan dzulhijjah sampai waktu penyembelihan adalah **sunnah**. Sebagian ada yang menyatakan hukum pemotongan kuku dan rambut bagi pelaku kurban adalah makruh dan **hanya sebagian** dari madzhab Hanbali yang menyatakan hukumnya haram. Sedangkan Mazhab Hanafi tidak memasukkan hal ini sebagai sunnah, apalagi mengharamkannya.

Mereka yang mengharamkan pemotongan kuku dan rambut haram hukumnya bagi yang hendak berkurban bersandar kepada hadits Umm Salmah yang menyatakan bahwa Rasululah SAW bersabda, “Jika kalian melihat hilal bulan Dzulhijjah, dan diantara kalian ada yang hendak berkurban, hendaknya dia membiarkan rambut dan kukunya.” Hadits ini diriwayatkan oleh banyak jalur ahli hadits kecuali Imam Bukhari.

Sedangkan mayoritas di kelompok pertama yang menyatakan bahwa pemotongan kuku dan rambut bagi yang hendak melakukan kurban hanya sunnah, adalah hadits lain dari Aisyah yang berkisah, “Aku merangkaikan kalungan daun untuk hewan kurban Rasulullah SAW, kemudian beliau mengalungkannya dengan tangannya sendiri, dan melepaskannya dengan kalung tersebut, dan Beliau tidak mengharamkan apa yang Allah halalkan atas dirinya, sampai tiba waktu menyembelih hewan tersebut.” Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

Terlepas dari perdebatan pendapat dan dalil mana yang lebih kuat dan yang lebih lemah, namun hendaknya disampaikan kepada umat bahwa memang ada beberapa pendapat dalam hal ini. Bukan hanya satu pendapat saja. Terlebih lagi, pendapat mayoritas justru hanya menyatakan hal tersebut sunnah alias disukai saja. Semoga kita bisa dengan bijak mengambil pendapat para ulama dan meneladani Rasulullah yang mengambil yang paling mudah diantara pilihan yang ada.

Wallahu’alam